Optimisme adalah bahan bakar super bagi sebuah kepemimpinan. Seorang pemimpin yang mampu melihat segala sesuatu dari sisi positif akan mampu membawa ketenangan, menumbuhkan harapan, dan menjaga semangat tim dalam situasi apapun.

Namun, ketika sikap ini menjadi satu-satunya ‘kacamata’ yang digunakan, ia justru bisa berubah menjadi pisau bermata dua yang merusak harmoni internal.

Pemimpin seperti ini cenderung menolak adanya kesalahan, bahkan ketika masalah nyata sudah di depan mata. Prinsip “semua baik-baik saja, semua baik adanya” dijadikan tameng, sementara ketidakberesan diabaikan.

Dalam situasi ini, asas praduga tidak bersalah kehilangan maknanya karena… tidak ada yang pernah dianggap salah. Semuanya selalu benar. Semuanya selalu baik adanya. Bahkan ketika sudah jelas ada yang mengganggu ritme organisasi, pemimpin ini tetap bersikeras bahwa semuanya dalam rel yang benar.

Akibatnya, organisasi stagnan. Ketika kritik dianggap sebagai energi negatif, dan evaluasi dilihat sebagai ancaman terhadap “kebaikan bersama”, maka tak akan ada perubahan berarti. Inovasi akan mati sebelum lahir. Orang-orang yang jujur akan menjadi diam, sementara yang oportunis naik ke permukaan karena tahu: tidak akan ada yang disalahkan, tidak akan ada yang dikoreksi.

Keharmonisan sejatinya bukanlah hasil dari menutupi perbedaan dan menolak masalah, tetapi dari keberanian menghadapi realita dan menyelesaikannya bersama.

Pemimpin yang terlalu positif tanpa keberimbangan analisa nalar yang rasional ini menciptakan ruang komunikasi semu yang tak lagi mencerminkan realitas.

Sekat-sekat sosial akan muncul dengan sendirinya: antara pemimpin dan yang dipimpin, juga di antara mereka yang sama-sama dipimpin. Sentimen pribadi mulai tumbuh diam-diam. Mereka yang vokal akan dianggap sebagai pengganggu bak lalat yang terbang di dekat lubang telinga, hingga diam dengan sendirinya, menjauh dan menyimpan kekecewaan.

Kepemimpinan butuh optimisme, iya. Tapi juga butuh keberanian untuk berkata: “Ada yang tidak benar. Mari kita benahi”, bukan malah mengajak tutup buku dan buka lembaran baru.

-FD-
16/6/25 Gua Maria Katedral