Mas Berto, bukanlah seorang mas bernama Berto.Ia bukanlah seorang Jawa. Mas Berto, mengutip istilahnya Erik Raferna adalah kependekan dari Masyarakat Bertato. Mas Berto, kumpulan manusia : anda,saya, dia, ataupun mereka yang memiliki kepuasan ketika bagian-bagian tubuhnya ini dirajah.
Ya…rajah tubuh atau tattoo, bagi sebagian besar orang dengan gaya pikir yang konservatif, menganggap tatto atau seni “menggambari” tubuh ini adalah suatu aktivitas yang sangat dekat hubungannya dengan pelaku tindak kriminal. Manusia bertato, identik dengan preman terminal x_x. Pandangan orang-orang tidak akan lepas dari “tubuh” anda ketika menangkap sesuatu yg terpatri di kulit lengan, atau di leher, atau di manapun juga di bagian tubuh anda yang terlihat.
Bagi saya pribadi, tattoo adalah sebuah bentuk penegasan akan komitmen diri, juga penegasan akan pengambilan keputusan yang tepat untuk seumur hidup.
Pertama kali saya mengenal tattoo sewaktu kelas 2 SMA, kurang lebih 13 tahun yang lalu. Darah ABG yang mengalir, sejalan dengan jiwa muda yang menuntut kebebasan dalam berekspresi, mengantar saya pada sebuah pilihan untuk mentattoo lengan kiri dengan gambar “praying hand” dengan tulisan “matius 6:14” tentang pertobatan di bawahnya. Karena keterbatasan resource : gambar dan tattoo artist wktu itu, maka tattoo dibikin dalam segala keterbatasan. Antonius Indra wktu itu yang menjadi tattoo artistku,sekaligus perancang mesin tattoonya. Bermodalkan mesin dinamo mainan mobil tamiya-ku dan jarum jahit mama, jadilah sebuah mesin tattoo yang siap dipakai untuk merajah lengan ini. Maka jadilah “praying hand” yang menemaniku selama 13 tahun terakhiri ini.
Tattoo yang sangat sederhana,bahkan kalau dilihat orang, lebih banyak digunjing ketimbang dipuji qe2 :d Namun demikian, tidak mengurangi kepedean saya untuk berkaos singlet dalam keseharian. Tidak bermaksud untuk mempertontonkan tattoo tersebut sebenarnya,tapi lebih kepada kenyamanan berpakaian saja. Jadi, tidak heran lagi kan kenapa saya selalu berkaos singlet bahkan ketika harus beraktivitas di lingkungan gereja (lat koor dsb) saya terbiasa bersinglet ria 🙂 .
Nah, keberadaan tattoo selama 13 tahun ini, pada akhirnya harus diakhiri hari minggu yang lalu (01/05/2011). Bukan dibuang, tapi digantikan oleh  tattoo yang baru. Temanya masih sama, tetap “pertobatan” dan gambarnya “praying hand” juga, bedanya hanya pada bentuk gambarnya. Googling panjang banyak memberikan pilihan gambar, tapi akhirnya saya jatuh hati pada desain yg dijual di tattoojohnny.com. Kadung jatuh hati, lalu desainnya pun saya order.
Anes tattoo, abang dan kawan di komunitas Pedahasan Tikar Selembar yang menjadi tattoo artistku. Hujan deras yang mengguyur kota Ketapang sepanjang malam itu, menemeni kami bertattoo ria hingga jam 1 dini hari.
Hari ini, dalam kondisi luka tattoo yang belum mengering, saya berani memastikan kalau tattoo inilah yg akan menemani lengan kiriku sampai akhir nanti, sembari mencari ide gambar untuk dirajah di bagian tubuh yang lain. Salam Budaya!
Leave a Reply