Misa syukur pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Ketapang menjadi momen besar bagi perjalanan imanku. Untuk pertama kalinya, aku dipercaya sebagai koordinator tim kerja liturgi dalam acara besar semacam ini. Sebuah tanggung jawab yang awalnya terasa begitu berat, tetapi seiring waktu, menjadi ruang pembelajaran yang luar biasa bagiku.

Setiap malam, lebih dari sebulan sebelum hari H, doa yang selalu sama kupanjatkan dalam rosario: semoga misa ini berjalan lancar. Bukan hanya sebatas lancar secara teknis, tetapi juga benar-benar menjadi perayaan iman yang menghadirkan kedamaian bagi siapa pun yang mengikutinya. 

Aku percaya, segala sesuatu yang dimulai dengan doa akan berbuah baik, dan itulah yang menjadi penguat di setiap langkah persiapan.

Kolaborasi yang Membuat Segalanya ‘Mungkin’

Kesuksesan misa ini tentu bukan hasil kerja satu orang. Ada banyak pihak yang terlibat, dari panitia besar hingga tim kecil yang selalu siap. Tim perlengkapan, tim penerima tamu, tim acara, tim dekorasi yang luar biasa sigap dan bahu-membahu menyukseskan acara ini.

Dan di tengah itu semua, aku bersandar pada tim kecil ‘Kedidi’—tempatku brainstorming, berbagi kegelisahan, beban dan saling menguatkan. Tim ini bukan sekadar rekan kerja, tapi juga menjadi keluarga dalam suka dan duka persiapan.

‘Kedidi’ kurang beberapa senior

Emosi di Tengah Hektiknya Persiapan

Tak bisa dipungkiri, perjalanan ini juga penuh gejolak. Saat tekanan meningkat, kelelahan dan emosi pun ikut bermain. Hanya karena hal kecil—sesuatu yang mungkin tidak akan kupedulikan dalam keadaan normal seketika menjadi emosi yang tidak tertahankan. Namun, dari situ aku belajar banyak: tentang mengelola ekspektasi, tentang memahami bahwa setiap orang juga berjuang dengan caranya sendiri, dan tentang pentingnya menarik napas sejenak di tengah hiruk-pikuk.

Pada akhirnya, ketika misa berjalan dengan khidmat dan lancar, semua letih seolah terbayar. Doa yang kupanjatkan setiap hari selama lebih dari sebulan itu terasa begitu nyata dalam peristiwa ini. 

Bukan hanya tentang misa yang terlaksana dengan baik, tetapi juga tentang bagaimana Tuhan membimbing setiap prosesnya.

Pengalaman ini mengajarkanku banyak hal: tentang ketulusan dalam melayani, tentang keindahan bekerja dalam tim, dan tentang bagaimana doa bisa menjadi jangkar yang menenangkan di tengah badai. 

Dan aku tahu, ini bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan baru dalam pelayanan.

-FD-