Jonathan Fernando Putra

Puji Tuhan,….

Telah lahir putra pertama kami, pada hari Jumat, 21 November 2014 jam 15.07 dengan berat badan 3,3kg, panjang 49cm.

Kami beri nama Jonathan Fernando Putra,  yang artinya :

Putra
Pemberian Tuhan
Yang tidak dibuat-buat, inovatif, dan penuh ide. Penuh gairah. Memiliki kekuatan dari dalam. Pengambil keputusan, berani, agak keras kepala. Pemecah masalah. Memiliki jiwa sebagai pembimbing dan penyembuh.

-Frans Doni & Gisela Ing-

JFP

 

24days old - JFP
24days old – JFP
1 month old -JFP
1 month old -JFP

Sayur 7 jenis di hari ke-7, tradisi Tionghoa yang tetap lestari ?

Perayaan Tahun Baru Imlek seyogyanya  bisa dirayakan  sampai CapGoMeh (selama 15 hari dari hari pertama tahun baru Imlek), artinya selama 15 hari warga Tionghoa bisa saling Paicia (sirahturahmi ke saudara/kerabat/teman). Hari ini adalah hari ketujuh bulan pertama dalam penanggalan Cina. Untuk keluarga Tionghoa yang masih menjalankan tradisi dari nenek moyang, tentunya ada sesuatu yang istimewa yah.  Tadi pagi, pada sempat amati sayur yang di masak Mama tidak?

Pagi-pagi tadi, Mama yang baru pulang dari pasar sedikit berkisah tentang mahalnya harga “sepaket” sayur 7 jenis yang dijual dipasar. Paketan sayur yang jumlahnya tidak seberapa, sayurnya juga itu-itu saja dijual seharga 5 ribu rupiah hehe. Ya tetap dibeli, daripada harus menjajali satu persatu sayur-mayur di pasar hingga menggenapi  7 jenis  kan ?

Tidak ada cerita dan kisah turun temurun yang jelas tentang tradisi ini dalam keluargaku. Kenapa harus 7 jenis, tidak 6 jenis saja? atau kenapa tidak makan 10 jenis saja ( jadinya capchai..XD) tapi  yang pasti seingatku dari saya masih kecil, tradisi makan sayur 7 jenis ini udah biasa dilaksanakan dalam keluargaku.

Kucicipi saja sayur 7 jenis masakan mama ini , walaupun tidak terlalu doyan paling tidak  sudah ku- “pusak” – lah, pasti ada sesuatu yang baik dibalik tradisi ini. 😀

Berikut ini, kusadurkan asal-usul tradisi makan 7 jenis sayur ini dari milis budaya_tionghoa, semoga bermanfaat 🙂

Ini tradisi lama yang berakar dari masa dinasti Han, terutama periode akhir
yaitu jaman Sanguo dilanjut dinasti Jin. Namanya festival Renri atau festival
hari manusia.

Tradisi ini dirayakan oleh semua orang tionghua dan daerah-daerah yang
terpengaruh budaya tionghua seperti di Korea, Jepang, Vietnam.

Menurut buku (yang nulis marga Dong) dari masa dinasti Jin, dituliskan bahwa
urutan penciptaan dalam mitologi penciptaan NvWa:
– hari pertama: ayam
– hari kedua: anjing
– hari ketiga: babi
– hari keempat: kambing
– hari kelima: sapi
– hari keenam: kuda
– hari ketujuh: manusia
– hari kedelapan: padi-padian (Gu)

Hari ketujuh itu kemudian diperingati sebagai hari manusia. Semua manusia
berulangtahun di hari itu. Terlepas dari tanggal lahir, terutama mereka-mereka
yang oleh suatu sebab tidak mengetahui secara pasti tanggal kelahirannya.

Berhubung ke mitologi penciptaan itu, di hari-hari masing binatang, ada tradisi
untuk tidak menyembelih binatang yang bersangkutan.

Di hari manusia biasanya diperingati dengan makanan 7 macam, bisa itu 7 macam
sayur atau 7 macam ikan atau bercampur.

*Gambar diambil dari http://www.infogrogol.net/2012/04/enam-jenis-makanan-cegah-penuaan.html

Terapi Kejut Bagi Si Pedagang Burung

Berinteraksi dengan burung, bukanlah hal baru bagiku. Sejak belia, aku sudah terbiasa mengagumi keindahan makhluk bersayap dan berbulu ciptaan Tuhan ini.

Almarhum Papaku adalah seorang pencinta burung berkicau. Ia memiliki usaha perdagangan pakan ternak termasuk pakan burung, sangkar burung, aksesoris, dan juga jual-beli burung berkicau.

Sebagai satu-satunya toko burung di Ketapang waktu itu, entah sudah berapa banyak burung dan sangkar yang di’import’ Papa dari tanah Jawa untuk memenuhi kebutuhan para pencinta burung berkicau di Ketapang.

Jelas dalam ingatan, masa kecilku begitu dekat dengan Si Choki Cacatua sulphurea yang setia menyapaku setiap pagi. Ada burung poksay Mandarin Garrulax chinensis, samho, wambiGarrulax canorus yang liarnya minta ampun, dan kenari Serinus canaria.

Continue reading Terapi Kejut Bagi Si Pedagang Burung

Eksploitasi di balik lucunya “Topeng Monyet”

Bunyi “tang ting tung ting tang tung” sayup-sayup terdengar di tengah hiruk-pikuk kendaraan bermotor di jalan raya. Tampak jauh di sana, 3 pemuda dengan peralatan – peralatan yang terlihat unik di mata orang Ketapang sedang dikerumuni warga yang penasaran. Sepeda motor terhenti tiba-tiba di tepi jalan, sekedar untuk menyaksikan lakon lucu yang sedang terjadi.

Musik Gamelan, mengiringi seekor Macaca fascicularis yang diikat rantai dileher, dijuluri tali yang amat panjang dan didandani bak seorang manusia. Bermacam-macam aksesoris ditambahkan ke dia untuk memancing gelak tawa penonton.

Menggunakan helm, kemudian menaiki moge (motor gede), si Macaca fascicularis ditarik dan diulurkan sejauh tali yang mengikatnya, dan seketika motor melaju bak sedang berlaga di sirkuit Sentul. Riuh rendah tawa penonton seakan-akan menjadi petanda keiklasan untuk mengeluarkan receh-receh rupiah, dan dimasukkan ke kotak yang dieedarkan pemuda pemilik “topeng monyet”.

“Hahahaha…. Lucu sekali” kata mereka…..

Dan menurutku juga memang lucu dan sangat menghibur. Tidak ada celah bagiku untuk tidak menyodorkan selembar uang seribu rupiah ke kotak pemuda itu, anggap saja sebagai pengganti 2 foto ini hehe.

Beberapa saat kemudian, mereka berkemas dan bergerak ke tempat berikutnya untuk beraksi kembali.

Tertawa, tapi meringis ketika melihat pemuda itu menarik si kera dengan sekuat tenaga, untuk menggerakkan “moge”-nya. Kalau saja si kera bisa ngomong mungkin dia akan berkata “sialan kau bang, sakit nih leherku” sambil memasang emoticon >.< …

“Makan tidak nyaman, tiduk tidak nyenyak” mungkin seperti itu yang dirasakan si kera, hidup untuk dikomersialkan si empunya.

Bayangkan kalau dia hidup di alamnya, bebas untuk bercanda dengan kawanannya, bebas untuk pacaran saling mencari kutu dengan pasangannya, bebas berlompatan dari satu pohon ke pohon lain.

 

 

 

 

 

 

 

Alangkah indahnya Ketapang yang masih begitu mudah untuk melihat kera-kera bergelantungan di pohon-pohon.

#objek foto diambil di Pematang Gadung dan Hutan Kota Ketapang

 

 

Awas!! Ngebut Benjut!

Tertera 23:35 PM, sewaktu kulihat jam di blackberry karena terbangun tiba-tiba dengan perasaan dongkol dan emosi yang meledak-ledak. 1,5 jam sebelumnya, saya sudah  dengan manisnya merenggangkan tulang belakang di kasur, menunggu mata terkatup sembari mendengarkan live streaming Rakosa 105.3 fm Jogja yang memutar tembang-tembang slow.

Anak-anak “setan” itu memaksaku untuk beranjak dari kasur, keluar dari kamar, dan turun ke lantai bawah. Di luar rumah,  sekumpulan ABG (Anak Baru Gede) labil lagi gila-gilaan memacu gas motornya yang terpasang knalpot racing menyusuri  kawasan letter T jalan Ayani-Merdeka.

Fenomena yang sebenarnya sudah lama terjadi di Ketapang, terutama di kawasan “Pasar Lama” (sebutan untuk kawasan pertokoan di Jalan Merdeka – A.yani), pengguna jalan harus ektra hati-hati ketika melintas di kawasan ini. Sekumpulan ABABIL (ABG LABIL) dengan seenaknya memacu motornya di sore hari ataupun malam hari sewaktu toko-toko mulai bertutupan.

Tidak banyak yang bisa kulakukan selain meminta (dengan baik-baik) mereka yang markir motor di depan rumah untuk segera beranjak dari tempat, pindah ke tempat lain.

Continue reading Awas!! Ngebut Benjut!

Asal – Muasal Rebung dijadikan bahan masakan

Rebung Pagi ini, dikarenakan hujan yang mengguyur Ketapang dengan begitu derasnya tanpa henti,  memaksa saya untuk berlama-lama menatap laman facebook. Scrolling demi scrolling di mouse, saya tergelitik dengan status teman yang sepintas lewat terbaca di news feed, kira-kira begini :

 

Rebong mengandung fosfor..
Jd mun mok pintar mkn rebong..
Tp kt dosen ku, org cina yg pertama memanfaatkan rebong sbgai sayur.
Ku rase t org Dayak. Continue reading Asal – Muasal Rebung dijadikan bahan masakan

Finding the Good Taste Foods to be Enjoyed

Enjoying the great foods with the various choices is something fun for all people. We can enjoy any kinds of delicious foods. However, in getting the satisfying in our culinary, we need to get the proper recommendation to find the delicious foods and dishes. We can get the Boston restaurants to find the recommended Boston restaurant for getting the amazing and delicious menus that we want to enjoy. It will be really helpful to search for the reviews in the recommended restaurants that we want. We can get it by entering the Boston restaurant guide keyword at FoodieBites.com.

There, we can find so many kinds of guidance in finding any kinds of well recommended restaurants anywhere. We can find any kinds of reviews for any kinds of dish there. We can find the reviews and we can get the best one. We can enter the Chinese restaurants Boston keyword to find the recommended Chinese restaurants in Boston. It will be really great for us.

There, we can find the great number of reviews for so many kinds of restaurants and dishes. It will be something great for the people who look for the new place to find the favorite food but in the satisfying taste. We also can find the recommended Mexican Restaurant there.

 

Festival Hantu ( Chit Gwee Pua )

Hari ini, tanggal 15 bulan 7 berdasarkan penanggalan Tionghoa adalah bertepatan dengan  hari di mana Festival Hantu Lapar dirayakan, sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa.

Bulan  7 dalam penanggalan Tionghoa lebih dikenal dengan istilah Bulan hantu. Ada sebuah kepercayaan di mana dalam kurun waktu 1 bulan ini, hantu-hantu yang mendiami alam baka sana  bebas berjalan-jalan bertamasya ke alam manusia karena Pintu Gerbang  Neraka dibuka bebas dalam bulan ini.  Selama bulan 7 , warga Tionghoa juga jarang sekali  mengadakan pesta-pesta seperti perkawinan ataupun pindah rumah karena dipercaya peristiwa-peristiwa baik dan menggembirakan yang dilaksanakan di bulan “hantu”  akan mendatangkan kesialan.

Tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat agraris di zaman dahulu yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewa supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah. Namun pengaruh religius terutama dari Buddhisme menjadikan tradisi perayaan ini sarat dengan mitologi tentang hantu-hantu kelaparan yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia  – wikipedia –

Puncaknya adalah di tanggal 15.  Di beberapa negara lain, Festival Hantu Lapar sering dirayakan besar-besaran dan menjadi bagian dari “menu” pariwisata yang layak untuk dicicipi wisatawan.

Jika di kota-kota lain, di bulan yang sama ini mungkin masih bisa dijumpai perayaan umat KongHuCu  di kelenteng yang namanya “Sembahyang Rebutan“. Kalau yang pernah tinggal di Jogja mestinya pernah dengar istilah Grebeg Maulud, nah Sembahyang Rebutanini ya mirip-mirip 11-12 lah.  Jadi warga Tionghoa, akan membawa persembahan-persembahan ke kelenteng yang dikumpulkan jadi satu, disusun “mbukit” dan setelah prosesi doa, persembahan-persembahan itu akan direbut oleh umat yang hadir, dan dipercaya makanan itu akan membawa berkah bagi yang mengkonsumsinya.

Lalu bagaimana dengan di Ketapang, Kalimantan Barat ? Sebagai daerah dengan populasi warga TioCiu yang cukup besar di Indonesia, perayaan seperti ini malah  belum pernah ada. Alih-alih menjadi festival,  yang ada malah kesan mistis yang kental 🙂

Sejak kecil, istilah Chit Gwee Pua mestinya sudah terbiasa didengar oleh anak-anak Tionghoa Ketapang . Chit Gwee Pua ( bahasa Tio Ciu) artinya pertengahan bulan tujuh. Di hari ini, orang tua selalu memberlakukan beberapa larangan untuk anak-anak seperti misalnya mandi dan makan tidak boleh lewat dari jam 6 malam, juga tidak boleh berkeliaran  sampai jauh malam. Ya tentu saja dengan alasan nanti makanannya akan dimakan hantu-hantu kelaparan dan sebagainya 😀

Kemudian yang menjadi kebiasaan warga Tionghoa sini juga adalah adanya “persembahan” untuk hantu-hantu itu. Dari jam 6 sore, di depan rumah warga Tionghoa KongHucu biasanya sudah tampak beberapa sesajian, termasuk lilin, hio dan uang kertas.  Pemandangan yang semakin menambah kentalnya nuansa mistis di jalanan 😀

Akong & Ama juga dulu sering bercerita perihal Chit Gwee Pua ini. Konon, di Tiongkok dulu ada kisah tentang bagaimana melihat Hantu-hantu yang kelaparan ini di hari Chit Gwee Pua. Tidak banyak yang perlu disiapkan, selain menyiapkan penampi beras dan keberanian.  Jadi, Anda harus memiliki penampi beras yang terbuat dari anyaman bambu / rotan (bukan yg plastik). Taruhlah penampi itu di atas kepala dan jongkoklah di bawah jembatan, dan saksikanlah Hantu-hantu itu lewat di depan anda. Konon katanya,  harus dilihat sampai hilang semua, kalau tidak Anda akan dikejar mereka.

Boleh percaya boleh tidak, kalau Anda tertarik silahkan praktekkan malam ini. Nanti kabari saya hasilnya seperti apa. Kalau saya sih lebih memilih motret bulan purnama aja malam ini siapa tahu kelihatan Bidadari lagi nari di bulan . ^_^

Selamat ber – Chit Gwee Pua ! 🙂

**gambar diambil dari
http://www.yoursingapore.com/content/dam/yoursingapore/event/en/372_hungrygf_505x337_3_2.jpg

Mas Berto namanya

Mas Berto, bukanlah seorang mas bernama Berto.Ia bukanlah seorang Jawa. Mas Berto, mengutip istilahnya Erik Raferna adalah kependekan dari Masyarakat Bertato. Mas Berto, kumpulan manusia : anda,saya, dia, ataupun mereka yang memiliki kepuasan ketika bagian-bagian tubuhnya ini dirajah.

Ya…rajah tubuh atau tattoo, bagi sebagian besar orang dengan gaya pikir yang konservatif, menganggap tatto atau seni “menggambari” tubuh ini adalah suatu aktivitas yang sangat dekat hubungannya dengan pelaku tindak kriminal. Manusia bertato, identik dengan preman terminal x_x. Pandangan orang-orang tidak akan lepas dari “tubuh” anda ketika menangkap sesuatu yg terpatri di kulit lengan, atau di leher, atau di manapun juga di bagian tubuh anda yang terlihat.

Bagi saya pribadi, tattoo adalah sebuah bentuk penegasan akan komitmen diri, juga penegasan akan pengambilan keputusan yang tepat untuk seumur hidup.

Pertama kali saya mengenal tattoo sewaktu kelas 2 SMA, kurang lebih 13 tahun yang lalu. Darah ABG yang mengalir, sejalan dengan jiwa muda yang menuntut kebebasan dalam berekspresi, mengantar saya pada sebuah pilihan untuk mentattoo lengan kiri dengan gambar “praying hand” dengan tulisan “matius 6:14” tentang pertobatan di bawahnya. Karena keterbatasan resource : gambar dan tattoo artist wktu itu, maka tattoo dibikin dalam segala keterbatasan. Antonius Indra wktu itu yang menjadi tattoo artistku,sekaligus perancang mesin tattoonya. Bermodalkan mesin dinamo mainan mobil tamiya-ku dan jarum jahit mama, jadilah sebuah mesin tattoo yang siap dipakai untuk merajah lengan ini. Maka jadilah “praying hand” yang menemaniku selama 13 tahun terakhiri ini.

Tattoo yang sangat sederhana,bahkan kalau dilihat orang, lebih banyak digunjing ketimbang dipuji qe2 :d Namun demikian, tidak mengurangi kepedean saya untuk berkaos singlet dalam keseharian. Tidak bermaksud untuk mempertontonkan tattoo tersebut sebenarnya,tapi lebih kepada kenyamanan berpakaian saja. Jadi, tidak heran lagi kan kenapa saya selalu berkaos singlet bahkan ketika harus beraktivitas di lingkungan gereja (lat koor dsb) saya terbiasa bersinglet ria 🙂 .

Nah, keberadaan tattoo selama 13 tahun ini, pada akhirnya harus diakhiri hari minggu yang lalu (01/05/2011). Bukan dibuang, tapi digantikan oleh  tattoo yang baru. Temanya masih sama, tetap “pertobatan” dan gambarnya “praying hand” juga, bedanya hanya pada bentuk gambarnya. Googling panjang banyak memberikan pilihan gambar, tapi akhirnya saya jatuh hati pada desain yg dijual di tattoojohnny.com. Kadung jatuh hati, lalu desainnya pun saya order.

Anes tattoo, abang dan kawan di komunitas Pedahasan Tikar Selembar yang menjadi tattoo artistku. Hujan deras yang mengguyur kota Ketapang sepanjang malam itu, menemeni kami bertattoo ria hingga jam 1 dini hari.

Hari ini, dalam kondisi luka tattoo yang belum mengering, saya berani memastikan kalau tattoo inilah yg akan menemani lengan kiriku sampai akhir nanti, sembari mencari ide gambar untuk dirajah di bagian tubuh yang lain. Salam Budaya!